Kyai Kholil Bangkalan atau Muhammad Khalil Al Maduri
4:20 PM Posted In Tokoh Islam Edit This 0 Comments »
Berikut saya sajikan profil Muhammad Khalil Al Maduri atau kalau orang madura biasa menyebut beliau Kyai Kholil Bangkalan. semoga berkenan.
Muhammad Khalil Al Maduri (Guru Ulama dari Madura)
Tak pernah malu belajar, kendati gurunya sangat jauh lebih muda darinya. Dari Syekh Ahmad al-Fathani yang seusia anaknya, ia belajar ilmu nahwu dan mengembangkannya di Tanah Air.
Nama lengkapnya adalah Kiai Haji Muhammad Khalil bin Kiyai Haji Abdul Lathif bin Kiai Hamim bin Kiai Abdul Karim bin Kiai Muharram bin Kiyai Asrar Karamah bin Kiai Abdullah bin Sayid Sulaiman. Nama terakhir dalam silsilahnya, Sayid Sulaiman, adalah cucu Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, satu dari sembilan Wali Songo.
Kiai Muhammad Khalil dilahirkan pada 11 Jamadilakhir 1235 Hijrah atau 27 Januari 1820 di Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur. Dia berasal dari keluarga ulama. Pendidikan dasar agama diperolehnya langsung daripada keluarga. Menjelang usia dewasa, ia dikirim ke berbagai pondok pesantren untuk menimba ilmu agama.
Sekitar 1850-an, ketika usianya menjelang tiga puluh, Kiai Muhammad Khalil belajar kepada Kiai Muhammad Nur di Pondok Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur. Dari Langitan, ia pindah ke Pondok Pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan, dan Pondok Pesantren Keboncandi. Selama belajar di pondok-pesantren ini, ia belajar pula kepada Kiai Nur Hasan yang menetap di Sidogiri, 7 kilometer dari Keboncandi.
Saat menjadi santri, Muhammad Khalil telah menghafal beberapa matandan yang ia kuasai dengan baik adalah matan Alfiyah Ibnu Malik yang terdiri dari 1.000 bait mengenai ilmu nahwu. Selain itu, ia adalah seorang hafidz (hafal Alquran) dengan tujuh cara menbacanya (kiraah).
Pada 1276 Hijrah 1859, Kiai Muhammad Khalil melanjutkan pelajarannya ke Makkah. Di sana, ia bersahabat dengan Syekh Nawawi Al-Bantani. Ulama-ulama Melayu di Makkah yang seangkatan dengannya adalah Syekh
Nawawi al-Bantani (lahir 1230 Hijrah/1814 Masehi), Syekh Muhammad Zain bin Mustafa al-Fathani (lahir 1233 Hijrah/1817 Masehi), Syekh Abdul Qadir bin Mustafa al-Fathani (lahir 1234 Hijrah/1818 Masehi), dan Kiai
Umar bin Muhammad Saleh Semarang.
Ia adalah orang yang tak pernah lelah belajar. Kendati sang guru lebih muda, namun jika secara keilmuan dianggap mumpuni, maka ia akan hormat dan tekun mempelajari ilmu yang diberikan sang guru. Di antara gurunya di Makkah adalah Syekh Ahmad al-Fathani. Usianya hampir seumur anaknya. Namun karena tawaduknya, Kiai Muhammad Khalil menjadi santri ulama asal Patani ini.
Kiai Muhammad Khalil Al-Maduri termasuk generasi pertama mengajar karya Syeikh Ahmad al-Fathani berjudul Tashilu Nailil Amani, yaitu kitab tentang nahwu dalam bahasa Arab, di pondok pesantrennya di Bangkalan. Karya Syekh Ahmad al-Fathani yang tersebut kemudian berpengaruh dalam pengajian ilmu nahwu di Madura dan Jawa sejak itu, bahkan hingga sekarang masih banyak pondok pesantren tradisional di Jawa dan Madura yang mengajarkan kitab itu.
Kiai Muhammad Khalil juga belajar ilmu tarikat kepada beberapa orang ulama tarikat yang terkenal di Mekah pada zaman itu, di antaranya Syekh Ahmad Khatib Sambas. Tarikat Naqsyabandiyah diterimanya dari Sayid Muhammad Shalih az-Zawawi.
Sewaktu berada di Makkah, ia mencari nafkah dengan menyalin risalah-risalah yang diperlukan para pelajar di sana. Itu pula yang mengilhaminya menyususn kaidah-kaidah penulisan huruf Pegion bersama dua ulama lain, yaitu Syekh Nawawi al-Bantani dan Syekh Saleh as-Samarani. Huruf Pegon ialah tulisan Arab yang digunakan untuk tulisan dalam bahasa Jawa, Madura dan Sunda. Huruf Pegon tidak ubahnya tulisan Melayu/Jawi yang digunakan untuk penulisan bahasa Melayu.
Sepulang dari Makkah, ia tersohor sebagai ahli nahwu, fikih, dan tarikat di tanah Jawa. Untuk mengembangkan pengetahuan keislaman yang telah diperolehnya, Kiai Muhammad Khalil selanjutnya mendirikan pondok pesantren di Desa Cengkebuan, sekitar 1 kilometer arah barat laut dari desa kelahirannya. Pondok-pesantren tersebut kemudian diserahkan pimpinannya kepada anak saudaranya, sekaligus adalah menantunya, yaitu Kiai Muntaha. Kiyai Muntaha ini berkahwin dengan anak Kiyai Muhammad Khalil bernamIa sendiri mengasuh pondok pesantren lain di Bangkalan.
Kiai Muhammad Khalil juga pejuang di zamannya. memang, saat pulang ke Tanah Air ia sudah uzur. Yang dilakukannya adalah dengan pengkader para pemuda pejuang di pesantrennya untuk berjuang membela negara. Di antara para muridnya itu adalah KH Hasyim Asy'ari (pendiri Pondok-pesantren Tebuireng, Jombang, dan pengasas Nahdhatul Ulama), KH Abdul Wahhab Hasbullah (pendiri Pondok-pesantren Tambakberas, Jombang); KH Bisri Syansuri (pendiri Pondok Pesantren Denanyar), KH Ma'shum (pendiri Pondok Pesantren Lasem, Rembang), KH Bisri Mustofa (pendiri Pondok-pesantren Rembang), dan KH As'ad Syamsul `Arifin (pengasuh Pondok-pesantren Asembagus, Situbondo). Kiai Muhammad Khalil al-Maduri wafat dalam usia yang lanjut, 106
tahun, pada 29 Ramadan 1341 Hijrah, bertepatan dengan tanggal 14 Mei 1923 Masehi.
Sekali lagi Masih profile Ulama Murid dari syaikh Zaini Dahlan.. Semoga Allah merahmati beliau ..juga murid muridnya..juga para pegikutnya kelak kita akan diumpulkan dalam panji panji ahlussunah waljama'ah yg istiqomah dijalan yg benar....
MUHAMMAD KHALIL AL-MADURI
sidogiri.com
PULAU Madura yang terletak di Jawa Timur juga telah melahirkan ulamaulama besar dalam kalangan Ahlussunah waljama'ah salah satunya ialah Kiyai Haji Muhammad Khalil bin Kiyai Haji Abdul Lathif bin Kiyai Hamim bin Kiyai Abdul Karim bin Kiyai Muharram bin Kiyai Asrar Karamah bin Kiyai Abdullah bin Sayid Sulaiman. dimana Sayid Sulaiman adalah cucu Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati yang terkenal itu. Memperhatikan silsilah ini maka ulama yang berasal dari Pulau Madura yang diriwayatkan ini, adalah satu silsilah dengan Syeikh Nawawi
al-Bantani atau Imam Nawawi ats-Tsani ulama yang berasal dari Banten, Jawa Barat,
PENDIDIKAN
Kiyai Muhammad Khalil dilahirkan pada 11 Jamadilakhir 1235 H/27 Januari 1820 M di Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Kiyai Haji Muhammad Khalil berasal daripada keluarga ulama. Pendidikan dasar agama diperolehnya langsung daripada keluarga. Menjelang usia dewasa, beliau dikirim ke berbagai-bagai pondok pesantren. Sekitar 1850-an, ketika usianya menjelang tiga puluh, Kiyai Muhammad Khalil belajar kepada Kiyai Muhammad Nur di Pondok-pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur. Dari Langitan beliau pindah ke Pondok-pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan. Kemudian beliau pindah ke Pondok-pesantren Keboncandi. Selama belajar di pondok-pesantren ini beliau belajar pula kepada Kiyai Nur Hasan yang menetap di Sidogiri, 7 kilometer dari Keboncandi. Dimana sebenarnya Kiyai Nur Hasan ini masih mempunyai pertalian keluarga dengannya. Atau Mungkin dari pihak Ponpres Sidogiri bisa menjelaskan sekalian ?...agar bias tambah lengkap riwayat ceritera iniĆ¢€¦..
Dalam masa masih menjadi santeri/pelajar Muhammad Khalil telah menghafal beberapa matan, yang pasti ialah Matan Alfiyah Ibnu Malik (1,000 bait) mengenai ilmu nahu yang terkenal itu. Selanjutnya beliau juga seorang hafiz al-Quran tiga puluh juz. Beliau berkemampuan dalam qiraah tujuh (tujuh cara membaca al-Quran). Tidak jelas apakah al-Quran tiga puluh juz telah dihafalnya sejak di Jawa atau pun setelah menetap di Mekah berpuluh-puluh tahun.
Pada 1276 H/1859 M, Kiyai Muhammad Khalil melanjutkan pelajarannya ke Mekah. Di Mekah Kiyai Muhammad Khalil al-Maduri bersahabat dengan Syeikh Nawawi al-Bantani. Ulama-ulama Nusantara di Mekah yang seangkatan dengan Syeikh Nawawi al-Bantani (lahir 1230 H/1814 M), Kiyai Khalil al-Maduri (lahir 1235 H/1820 M), Syeikh Muhammad Zain bin Mustafa al-Fathani (lahir 1233 H/1817 Mi), Kiyai Umar bin Muhammad Saleh Semarang dlsb
Guru Gur Beliau adalah Syeikh Utsman bin Hasan ad-Dimyathi, Saiyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Syeikh Mustafa bin Muhammad al-Afifi al-Makki, Syeikh Abdul Hamid bin Mahmud asy-Syarwani dan Abdul Ghani bin Subuh bin Ismail al-Bimawi (Bima, Sumbawa).
Dalam ilmu thariqat, Kiyai Muhammad Khalil al-Maduri belajar kepada beberapa orang ulama thariqat yang terkenal di Mekah pada zamannya , di antaranya Syeikh Ahmad Khatib Sambas diterimanya baiah dan tawajjuh
Thariqat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah diterimanya darip Sayid Muhammad Shalih az-Zawawi, dsb
MURID MURIDNYA YANG TERKENAL
Sebab Kiyai Muhammad Khalil cukup lama belajar di beberapa pondok-pesantren di Jawa dan Mekah, maka sewaktu pulang dari Mekah, beliau terkenal sebagai ahli/pakar nahu, fikah, thariqat ilmu-ilmu lainnya. Untuk mengembangkan pengetahuan keislaman yang telah diperolehnya, Kiyai Muhammad Khalil mendirikan pondok-pesantren di Desa Cengkebuan, sekitar 1 kilometer arah Barat Laut dari desa kelahirannya. Pondok-pesantren tersebut kemudian diserahkan pimpinannya kepada anak saudaranya, sekali gus adalah menantunya, ialah Kiyai Muntaha. Yg menikahi anaknya yg bernama Siti Khatimah. Adapun beliau sendiri (Kiyai Khalil) mendirikan pondok-pesantren yang lain di Kota Bangkalan, letaknya sebelah Barat kota tersebut dan tidak berapa jauh dari pondok-pesantrennya yang lama.
Kiyai Muhammad Khalil al-Maduri adalah seorang ulama yang bertanggungjawab terhadap pertahanan, kekukuhan dan maju-mundurnya agama Islam dan bangsanya. Beliau sadar benar bahawa pada zamannya, bangsanya adalah dalam suasana terjajah oleh bangsa asing yang tidak seagama dengan yang dianutnya. Sesuai dengan keadaan beliau sewaktu pulang dari Mekah telah berumur lanjut, tentunya Kiyai Muhammad Khalil
tidak melibatkan diri dalam medan fizik, memberontak dengan senjata tetapi mengkaderkan pemuda di pondok pesantren yang diasaskannya. Kiyai Muhammad Khalil sendiri pernah ditahan oleh penjajah Belanda kerana dituduh melindungi beberapa orang yang terlibat melawan Belanda di pondok pesantrennya.
Murid Muridnya:
Kiyai Haji Hasyim Asy'ari (pendiri Pondok-pesantren Tebuireng, Jombang, dan pengasas Nahdhatul Ulama (NU)); Kiyai Haji Abdul Wahhab Hasbullah (pendiri Pondok-pesantren Tambakberas, Jombang); Kiyai Haji Bisri Syansuri (pendiri Pondok-pesantren Denanyar); Kiyai Haji Ma'shum (pendiri Pondok-pesantren Lasem, Rembang, adalah ayahanda Kiyai Haji Ali Ma'shum), Kiyai Haji Bisri Mustofa (pendiri Pondok-pesantren Rembang); dan Kiyai Haji As'ad Syamsul `Arifin (pengasuh Pondok-pesantren Asembagus, Situbondo). Salah seorang muridnya yang menyebarkan Islam melalui Thariqat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah ialah Kiyai Haji Fathul Bari. Kiyai Haji Fathul Bari yang Kiyai Muhammad Khalil al-Maduri, wafat dalam usia yang lanjut, 106 tahun, pada 29 Ramadan 1341 Hijrah/14 Mei 1923 Masihi
Words of Wisdom :
*Please appropriately reference this quote to: www.fatwa-online.com, thankyou!*
The Shaykh (rahima-hullaah) mentions:
((So the expiation (of sins) is by good actions.
And this means that if a person fears Allaah (has taqwa), Allaah will make it easy for him to do good actions with which he can make expiation (for the sins).))
Shaykh Ibn 'Uthaymeen
Kitaabul-'Ilm
Muhammad Khalil Al Maduri (Guru Ulama dari Madura)
Tak pernah malu belajar, kendati gurunya sangat jauh lebih muda darinya. Dari Syekh Ahmad al-Fathani yang seusia anaknya, ia belajar ilmu nahwu dan mengembangkannya di Tanah Air.
Nama lengkapnya adalah Kiai Haji Muhammad Khalil bin Kiyai Haji Abdul Lathif bin Kiai Hamim bin Kiai Abdul Karim bin Kiai Muharram bin Kiyai Asrar Karamah bin Kiai Abdullah bin Sayid Sulaiman. Nama terakhir dalam silsilahnya, Sayid Sulaiman, adalah cucu Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, satu dari sembilan Wali Songo.
Kiai Muhammad Khalil dilahirkan pada 11 Jamadilakhir 1235 Hijrah atau 27 Januari 1820 di Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur. Dia berasal dari keluarga ulama. Pendidikan dasar agama diperolehnya langsung daripada keluarga. Menjelang usia dewasa, ia dikirim ke berbagai pondok pesantren untuk menimba ilmu agama.
Sekitar 1850-an, ketika usianya menjelang tiga puluh, Kiai Muhammad Khalil belajar kepada Kiai Muhammad Nur di Pondok Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur. Dari Langitan, ia pindah ke Pondok Pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan, dan Pondok Pesantren Keboncandi. Selama belajar di pondok-pesantren ini, ia belajar pula kepada Kiai Nur Hasan yang menetap di Sidogiri, 7 kilometer dari Keboncandi.
Saat menjadi santri, Muhammad Khalil telah menghafal beberapa matandan yang ia kuasai dengan baik adalah matan Alfiyah Ibnu Malik yang terdiri dari 1.000 bait mengenai ilmu nahwu. Selain itu, ia adalah seorang hafidz (hafal Alquran) dengan tujuh cara menbacanya (kiraah).
Pada 1276 Hijrah 1859, Kiai Muhammad Khalil melanjutkan pelajarannya ke Makkah. Di sana, ia bersahabat dengan Syekh Nawawi Al-Bantani. Ulama-ulama Melayu di Makkah yang seangkatan dengannya adalah Syekh
Nawawi al-Bantani (lahir 1230 Hijrah/1814 Masehi), Syekh Muhammad Zain bin Mustafa al-Fathani (lahir 1233 Hijrah/1817 Masehi), Syekh Abdul Qadir bin Mustafa al-Fathani (lahir 1234 Hijrah/1818 Masehi), dan Kiai
Umar bin Muhammad Saleh Semarang.
Ia adalah orang yang tak pernah lelah belajar. Kendati sang guru lebih muda, namun jika secara keilmuan dianggap mumpuni, maka ia akan hormat dan tekun mempelajari ilmu yang diberikan sang guru. Di antara gurunya di Makkah adalah Syekh Ahmad al-Fathani. Usianya hampir seumur anaknya. Namun karena tawaduknya, Kiai Muhammad Khalil menjadi santri ulama asal Patani ini.
Kiai Muhammad Khalil Al-Maduri termasuk generasi pertama mengajar karya Syeikh Ahmad al-Fathani berjudul Tashilu Nailil Amani, yaitu kitab tentang nahwu dalam bahasa Arab, di pondok pesantrennya di Bangkalan. Karya Syekh Ahmad al-Fathani yang tersebut kemudian berpengaruh dalam pengajian ilmu nahwu di Madura dan Jawa sejak itu, bahkan hingga sekarang masih banyak pondok pesantren tradisional di Jawa dan Madura yang mengajarkan kitab itu.
Kiai Muhammad Khalil juga belajar ilmu tarikat kepada beberapa orang ulama tarikat yang terkenal di Mekah pada zaman itu, di antaranya Syekh Ahmad Khatib Sambas. Tarikat Naqsyabandiyah diterimanya dari Sayid Muhammad Shalih az-Zawawi.
Sewaktu berada di Makkah, ia mencari nafkah dengan menyalin risalah-risalah yang diperlukan para pelajar di sana. Itu pula yang mengilhaminya menyususn kaidah-kaidah penulisan huruf Pegion bersama dua ulama lain, yaitu Syekh Nawawi al-Bantani dan Syekh Saleh as-Samarani. Huruf Pegon ialah tulisan Arab yang digunakan untuk tulisan dalam bahasa Jawa, Madura dan Sunda. Huruf Pegon tidak ubahnya tulisan Melayu/Jawi yang digunakan untuk penulisan bahasa Melayu.
Sepulang dari Makkah, ia tersohor sebagai ahli nahwu, fikih, dan tarikat di tanah Jawa. Untuk mengembangkan pengetahuan keislaman yang telah diperolehnya, Kiai Muhammad Khalil selanjutnya mendirikan pondok pesantren di Desa Cengkebuan, sekitar 1 kilometer arah barat laut dari desa kelahirannya. Pondok-pesantren tersebut kemudian diserahkan pimpinannya kepada anak saudaranya, sekaligus adalah menantunya, yaitu Kiai Muntaha. Kiyai Muntaha ini berkahwin dengan anak Kiyai Muhammad Khalil bernamIa sendiri mengasuh pondok pesantren lain di Bangkalan.
Kiai Muhammad Khalil juga pejuang di zamannya. memang, saat pulang ke Tanah Air ia sudah uzur. Yang dilakukannya adalah dengan pengkader para pemuda pejuang di pesantrennya untuk berjuang membela negara. Di antara para muridnya itu adalah KH Hasyim Asy'ari (pendiri Pondok-pesantren Tebuireng, Jombang, dan pengasas Nahdhatul Ulama), KH Abdul Wahhab Hasbullah (pendiri Pondok-pesantren Tambakberas, Jombang); KH Bisri Syansuri (pendiri Pondok Pesantren Denanyar), KH Ma'shum (pendiri Pondok Pesantren Lasem, Rembang), KH Bisri Mustofa (pendiri Pondok-pesantren Rembang), dan KH As'ad Syamsul `Arifin (pengasuh Pondok-pesantren Asembagus, Situbondo). Kiai Muhammad Khalil al-Maduri wafat dalam usia yang lanjut, 106
tahun, pada 29 Ramadan 1341 Hijrah, bertepatan dengan tanggal 14 Mei 1923 Masehi.
Sekali lagi Masih profile Ulama Murid dari syaikh Zaini Dahlan.. Semoga Allah merahmati beliau ..juga murid muridnya..juga para pegikutnya kelak kita akan diumpulkan dalam panji panji ahlussunah waljama'ah yg istiqomah dijalan yg benar....
MUHAMMAD KHALIL AL-MADURI
sidogiri.com
PULAU Madura yang terletak di Jawa Timur juga telah melahirkan ulamaulama besar dalam kalangan Ahlussunah waljama'ah salah satunya ialah Kiyai Haji Muhammad Khalil bin Kiyai Haji Abdul Lathif bin Kiyai Hamim bin Kiyai Abdul Karim bin Kiyai Muharram bin Kiyai Asrar Karamah bin Kiyai Abdullah bin Sayid Sulaiman. dimana Sayid Sulaiman adalah cucu Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati yang terkenal itu. Memperhatikan silsilah ini maka ulama yang berasal dari Pulau Madura yang diriwayatkan ini, adalah satu silsilah dengan Syeikh Nawawi
al-Bantani atau Imam Nawawi ats-Tsani ulama yang berasal dari Banten, Jawa Barat,
PENDIDIKAN
Kiyai Muhammad Khalil dilahirkan pada 11 Jamadilakhir 1235 H/27 Januari 1820 M di Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Kiyai Haji Muhammad Khalil berasal daripada keluarga ulama. Pendidikan dasar agama diperolehnya langsung daripada keluarga. Menjelang usia dewasa, beliau dikirim ke berbagai-bagai pondok pesantren. Sekitar 1850-an, ketika usianya menjelang tiga puluh, Kiyai Muhammad Khalil belajar kepada Kiyai Muhammad Nur di Pondok-pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur. Dari Langitan beliau pindah ke Pondok-pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan. Kemudian beliau pindah ke Pondok-pesantren Keboncandi. Selama belajar di pondok-pesantren ini beliau belajar pula kepada Kiyai Nur Hasan yang menetap di Sidogiri, 7 kilometer dari Keboncandi. Dimana sebenarnya Kiyai Nur Hasan ini masih mempunyai pertalian keluarga dengannya. Atau Mungkin dari pihak Ponpres Sidogiri bisa menjelaskan sekalian ?...agar bias tambah lengkap riwayat ceritera iniĆ¢€¦..
Dalam masa masih menjadi santeri/pelajar Muhammad Khalil telah menghafal beberapa matan, yang pasti ialah Matan Alfiyah Ibnu Malik (1,000 bait) mengenai ilmu nahu yang terkenal itu. Selanjutnya beliau juga seorang hafiz al-Quran tiga puluh juz. Beliau berkemampuan dalam qiraah tujuh (tujuh cara membaca al-Quran). Tidak jelas apakah al-Quran tiga puluh juz telah dihafalnya sejak di Jawa atau pun setelah menetap di Mekah berpuluh-puluh tahun.
Pada 1276 H/1859 M, Kiyai Muhammad Khalil melanjutkan pelajarannya ke Mekah. Di Mekah Kiyai Muhammad Khalil al-Maduri bersahabat dengan Syeikh Nawawi al-Bantani. Ulama-ulama Nusantara di Mekah yang seangkatan dengan Syeikh Nawawi al-Bantani (lahir 1230 H/1814 M), Kiyai Khalil al-Maduri (lahir 1235 H/1820 M), Syeikh Muhammad Zain bin Mustafa al-Fathani (lahir 1233 H/1817 Mi), Kiyai Umar bin Muhammad Saleh Semarang dlsb
Guru Gur Beliau adalah Syeikh Utsman bin Hasan ad-Dimyathi, Saiyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Syeikh Mustafa bin Muhammad al-Afifi al-Makki, Syeikh Abdul Hamid bin Mahmud asy-Syarwani dan Abdul Ghani bin Subuh bin Ismail al-Bimawi (Bima, Sumbawa).
Dalam ilmu thariqat, Kiyai Muhammad Khalil al-Maduri belajar kepada beberapa orang ulama thariqat yang terkenal di Mekah pada zamannya , di antaranya Syeikh Ahmad Khatib Sambas diterimanya baiah dan tawajjuh
Thariqat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah diterimanya darip Sayid Muhammad Shalih az-Zawawi, dsb
MURID MURIDNYA YANG TERKENAL
Sebab Kiyai Muhammad Khalil cukup lama belajar di beberapa pondok-pesantren di Jawa dan Mekah, maka sewaktu pulang dari Mekah, beliau terkenal sebagai ahli/pakar nahu, fikah, thariqat ilmu-ilmu lainnya. Untuk mengembangkan pengetahuan keislaman yang telah diperolehnya, Kiyai Muhammad Khalil mendirikan pondok-pesantren di Desa Cengkebuan, sekitar 1 kilometer arah Barat Laut dari desa kelahirannya. Pondok-pesantren tersebut kemudian diserahkan pimpinannya kepada anak saudaranya, sekali gus adalah menantunya, ialah Kiyai Muntaha. Yg menikahi anaknya yg bernama Siti Khatimah. Adapun beliau sendiri (Kiyai Khalil) mendirikan pondok-pesantren yang lain di Kota Bangkalan, letaknya sebelah Barat kota tersebut dan tidak berapa jauh dari pondok-pesantrennya yang lama.
Kiyai Muhammad Khalil al-Maduri adalah seorang ulama yang bertanggungjawab terhadap pertahanan, kekukuhan dan maju-mundurnya agama Islam dan bangsanya. Beliau sadar benar bahawa pada zamannya, bangsanya adalah dalam suasana terjajah oleh bangsa asing yang tidak seagama dengan yang dianutnya. Sesuai dengan keadaan beliau sewaktu pulang dari Mekah telah berumur lanjut, tentunya Kiyai Muhammad Khalil
tidak melibatkan diri dalam medan fizik, memberontak dengan senjata tetapi mengkaderkan pemuda di pondok pesantren yang diasaskannya. Kiyai Muhammad Khalil sendiri pernah ditahan oleh penjajah Belanda kerana dituduh melindungi beberapa orang yang terlibat melawan Belanda di pondok pesantrennya.
Murid Muridnya:
Kiyai Haji Hasyim Asy'ari (pendiri Pondok-pesantren Tebuireng, Jombang, dan pengasas Nahdhatul Ulama (NU)); Kiyai Haji Abdul Wahhab Hasbullah (pendiri Pondok-pesantren Tambakberas, Jombang); Kiyai Haji Bisri Syansuri (pendiri Pondok-pesantren Denanyar); Kiyai Haji Ma'shum (pendiri Pondok-pesantren Lasem, Rembang, adalah ayahanda Kiyai Haji Ali Ma'shum), Kiyai Haji Bisri Mustofa (pendiri Pondok-pesantren Rembang); dan Kiyai Haji As'ad Syamsul `Arifin (pengasuh Pondok-pesantren Asembagus, Situbondo). Salah seorang muridnya yang menyebarkan Islam melalui Thariqat Naqsyabandiyah Ahmadiyah Muzhariyah ialah Kiyai Haji Fathul Bari. Kiyai Haji Fathul Bari yang Kiyai Muhammad Khalil al-Maduri, wafat dalam usia yang lanjut, 106 tahun, pada 29 Ramadan 1341 Hijrah/14 Mei 1923 Masihi
Words of Wisdom :
*Please appropriately reference this quote to: www.fatwa-online.com, thankyou!*
The Shaykh (rahima-hullaah) mentions:
((So the expiation (of sins) is by good actions.
And this means that if a person fears Allaah (has taqwa), Allaah will make it easy for him to do good actions with which he can make expiation (for the sins).))
Shaykh Ibn 'Uthaymeen
Kitaabul-'Ilm
0 comments:
Post a Comment