Masalah Isbal
4:04 PM Posted In Fiqh Edit This 0 Comments »
Bukan untuk memperuncing masalah & tidak sama sekali. Ini saya tulis tidak lain karena masalah isbal ini sering ditanyakan oleh para daris (pelajar) yang ingin pasti kepastian hukum isbal. Khususnya karena keresahan para syabab disebabkan ada sebagian pengurus masjid tidak mau mengundang ustadz yang isbal.
Perbedaan mengenai isbal telah berlangsung ribuan tahun. Walhasil, dan tanpa perlu menyajikan dalil dalil, maka cukuplah saya sampaikan pendapat Imam Ibnu Hajar dan Imam Nawawi tentang masalah Isbal. Diambil dari kitab Fathul Bari yang didownload dari http://www.waqfeya.com/open.php?cat=33&book=539 . Lihat buku ke 10 halaman 275.
InsyaAllah begini terjemahan bebas-nya (kalau ada kesalahan mohon dibetulkan) :
Dan dari hadits hadits dapat dipahami bahwa menyeret (isbal) sarung (izar) dengan motivasi kesombongan (khuyalaa’) adalah dosa besar. Sedangkan isbal bukan karena kesombongan maka secara dzohir lafadz diharamkan juga.
Tetapi istidlal dengan taqyid (pembatasan) isbal dalam hadits hadits “dengan kesombongan” menunjukkan bawah kemutlakan larangan yang disebutkan yaitu mengenai celaan terhadap isbal membawa konsukuensi pembatasan tersebut. Karena itu tidak dilarang memanjangkan atau menyeret bila selamat dari kesombongan
Ibnu ‘Abdil Bar berkata : Pemahaman bahwasanya memanjangkan bukan karena sombong tidak tercakup oleh janji (ancaman) tersebut, namun memang memanjangkan gamis atau jenis pakaian lainnya itu tercela atas setiap kondisi apapun.
(Imam) Nawawi berkata :Isbal itu adalah bila pakaian dibawah dua mata kaki karena sombong, sedang bila karena selainnya maka itu menjadi makruh. Demikianlah yang dikatakan Syafi’y untuk membedakan antara memanjangkan karena sombong dan karena selain sombong.
Berkata : yang disukai adalah untuk membuat sarung (izar) itu separuh betis dan diperbolehkan alias tidak dimakruhkan hingga batas dua mata kaki. Apa apa yang dibawah dari dua mata kaki dilarang dengan larangan tahrim bila dengan sombong dan bila tidak maka dia celaan tanzih.
Hal ini disebabkan karena hadits hadits yang telah disebutkan terdahulu mengenai teguran terhadap isbal secara mutlak wajib ditaqyidkan (dibabatasi) dengan pengertian bahwa itu adalah isbal karena sombong
Demikianlah pendapat dari Imam Ibnu Hajar dan pendapat beberapa ulama yang beliau cuplik pendapatnya di Fathul Bari. Disitu ada dua pendapat yaitu, pertama : Isbal tanpa sombong diperbolehkan secara mutlak dan kedua : Isbal tanpa sombong tergolong makruh tanzih (makruh ringan)
Sekali lagi bukan buat meramaikan perdebatan. Naudzubillah bila demikian. Bukan juga sekedar untuk pro dan kontra, hanya sekedar untuk memberikan balance information saja.
Ada baiknya bagi yang sering membaca dan mengaji kita Riyadhus Shalihin - karya Imam Nawawy saya ingatkan bahwa hadits-hadits mengenai isbal di kitab tersebut diletakkan di Bab 119 dengan judul bab :باب صفة طول القميص والكمّ والإِزار وطرف العمامة وتحريم إسبال شيء من ذلك على سبيل الخيلاء وكراهته من غير خيلاء yang i.a rtinya “Sifat Panjangnya Gamis, Lobang Tangan Baju, Sarung, Ujung Sorban Dan Haramnya Isbal pada hal di atas karena maksud kesombongan dan memakruhannya jikalau tidak karena maksud kesombongan“.
Kepada saudara saudaraku yang berpendapat “haram isbal baik dengan sombong atau tidak” serta “wajib tidak isbal” :
Cara berpakaian anda yang menjaga selalu diatas mata kaki itu adalah sikap yang benar dan terpuji
Pendapat anda yang mengharamkan isbal tanpa sombong namun pendapat anda itu benar menurut dalil dan penggalian yang anda pergunakan, namun pada kenyataannya pendapat anda ternyata tidak sesuai dengan pendapat ulama hadits dan fikih besar sekaliber Ibnu Hajar dan Imam Nawawy
Karenanya, jangan mencela, mentertawakan, mengejek serta merendahkan mereka yang berpendapat boleh isbal tanpa sombong, cukup sampaikan pendapat anda apa adanya tanpa pretensi merendahkan. Bukankah anda sering membuka hadits arbain ? Di hadits no 35 tertulis “Cukuplah seorang muslim dikatakan buruk jika dia menghina saudaranya yang muslim . Setiap muslim atas muslim yang lain; haram darahnya, hartanya dan kehormatannya ” (HR Muslim)
Jangan juga memboikot ustadz yang isbal. Kalau mau fair harusnya ustadz-ustadz yang masih tenggelam dengan sekulerisme dan yang ragu ragu terhadap syariat Islam itulah yang harusnya dilarang berceramah, karena jelas2 telah berbuat haram dan maskiat besar.
Walhasil, mari kita sama sama waspada terhadap jebakan iblis yang senantiasa membisiki rasa hasud dan dengki terhadap sesama muslim. Harusnya rasa hasud dan dengki kita alihkan menjadi sikap benci terhadap Hukum Jahiliah yang mengambil dominasi Kekuasaan Hukum Allah atas manusia.
Wallahu a’lam
Words of Wisdom :
al-Hasan al-Basree (rahima-hullaah) said:
((Seeking knowledge when one is young, is like etching on a stone)).
[In other words, the knowledge which one memorises when one is young will be so strong in one's memory, that it is as if it had been etched on a stone, wAllaahu A'lam!].
Mabaahith fee Ahkaam al-Fatwa - Page 28
Perbedaan mengenai isbal telah berlangsung ribuan tahun. Walhasil, dan tanpa perlu menyajikan dalil dalil, maka cukuplah saya sampaikan pendapat Imam Ibnu Hajar dan Imam Nawawi tentang masalah Isbal. Diambil dari kitab Fathul Bari yang didownload dari http://www.waqfeya.com/open.php?cat=33&book=539 . Lihat buku ke 10 halaman 275.
InsyaAllah begini terjemahan bebas-nya (kalau ada kesalahan mohon dibetulkan) :
Dan dari hadits hadits dapat dipahami bahwa menyeret (isbal) sarung (izar) dengan motivasi kesombongan (khuyalaa’) adalah dosa besar. Sedangkan isbal bukan karena kesombongan maka secara dzohir lafadz diharamkan juga.
Tetapi istidlal dengan taqyid (pembatasan) isbal dalam hadits hadits “dengan kesombongan” menunjukkan bawah kemutlakan larangan yang disebutkan yaitu mengenai celaan terhadap isbal membawa konsukuensi pembatasan tersebut. Karena itu tidak dilarang memanjangkan atau menyeret bila selamat dari kesombongan
Ibnu ‘Abdil Bar berkata : Pemahaman bahwasanya memanjangkan bukan karena sombong tidak tercakup oleh janji (ancaman) tersebut, namun memang memanjangkan gamis atau jenis pakaian lainnya itu tercela atas setiap kondisi apapun.
(Imam) Nawawi berkata :Isbal itu adalah bila pakaian dibawah dua mata kaki karena sombong, sedang bila karena selainnya maka itu menjadi makruh. Demikianlah yang dikatakan Syafi’y untuk membedakan antara memanjangkan karena sombong dan karena selain sombong.
Berkata : yang disukai adalah untuk membuat sarung (izar) itu separuh betis dan diperbolehkan alias tidak dimakruhkan hingga batas dua mata kaki. Apa apa yang dibawah dari dua mata kaki dilarang dengan larangan tahrim bila dengan sombong dan bila tidak maka dia celaan tanzih.
Hal ini disebabkan karena hadits hadits yang telah disebutkan terdahulu mengenai teguran terhadap isbal secara mutlak wajib ditaqyidkan (dibabatasi) dengan pengertian bahwa itu adalah isbal karena sombong
Demikianlah pendapat dari Imam Ibnu Hajar dan pendapat beberapa ulama yang beliau cuplik pendapatnya di Fathul Bari. Disitu ada dua pendapat yaitu, pertama : Isbal tanpa sombong diperbolehkan secara mutlak dan kedua : Isbal tanpa sombong tergolong makruh tanzih (makruh ringan)
Sekali lagi bukan buat meramaikan perdebatan. Naudzubillah bila demikian. Bukan juga sekedar untuk pro dan kontra, hanya sekedar untuk memberikan balance information saja.
Ada baiknya bagi yang sering membaca dan mengaji kita Riyadhus Shalihin - karya Imam Nawawy saya ingatkan bahwa hadits-hadits mengenai isbal di kitab tersebut diletakkan di Bab 119 dengan judul bab :باب صفة طول القميص والكمّ والإِزار وطرف العمامة وتحريم إسبال شيء من ذلك على سبيل الخيلاء وكراهته من غير خيلاء yang i.a rtinya “Sifat Panjangnya Gamis, Lobang Tangan Baju, Sarung, Ujung Sorban Dan Haramnya Isbal pada hal di atas karena maksud kesombongan dan memakruhannya jikalau tidak karena maksud kesombongan“.
Kepada saudara saudaraku yang berpendapat “haram isbal baik dengan sombong atau tidak” serta “wajib tidak isbal” :
Cara berpakaian anda yang menjaga selalu diatas mata kaki itu adalah sikap yang benar dan terpuji
Pendapat anda yang mengharamkan isbal tanpa sombong namun pendapat anda itu benar menurut dalil dan penggalian yang anda pergunakan, namun pada kenyataannya pendapat anda ternyata tidak sesuai dengan pendapat ulama hadits dan fikih besar sekaliber Ibnu Hajar dan Imam Nawawy
Karenanya, jangan mencela, mentertawakan, mengejek serta merendahkan mereka yang berpendapat boleh isbal tanpa sombong, cukup sampaikan pendapat anda apa adanya tanpa pretensi merendahkan. Bukankah anda sering membuka hadits arbain ? Di hadits no 35 tertulis “Cukuplah seorang muslim dikatakan buruk jika dia menghina saudaranya yang muslim . Setiap muslim atas muslim yang lain; haram darahnya, hartanya dan kehormatannya ” (HR Muslim)
Jangan juga memboikot ustadz yang isbal. Kalau mau fair harusnya ustadz-ustadz yang masih tenggelam dengan sekulerisme dan yang ragu ragu terhadap syariat Islam itulah yang harusnya dilarang berceramah, karena jelas2 telah berbuat haram dan maskiat besar.
Walhasil, mari kita sama sama waspada terhadap jebakan iblis yang senantiasa membisiki rasa hasud dan dengki terhadap sesama muslim. Harusnya rasa hasud dan dengki kita alihkan menjadi sikap benci terhadap Hukum Jahiliah yang mengambil dominasi Kekuasaan Hukum Allah atas manusia.
Wallahu a’lam
Words of Wisdom :
al-Hasan al-Basree (rahima-hullaah) said:
((Seeking knowledge when one is young, is like etching on a stone)).
[In other words, the knowledge which one memorises when one is young will be so strong in one's memory, that it is as if it had been etched on a stone, wAllaahu A'lam!].
Mabaahith fee Ahkaam al-Fatwa - Page 28
0 comments:
Post a Comment